phone: +62-899-859-31-55

.

Minggu, 24 Mei 2015

Perpisahan Termanis (sebuah Fiksi-Musikal)

Aku dan kamu, bagai karang-pantai mencintai ombak lepas.
Dari jauh, aku mencintaimu dengan seluruh kekuranganku;
Menatap gelombang ombak-rambutmu
atau menikmati kilau cahaya-dirimu
pada senja yang meneggelamkan matahari di matamu.
Aku dan kamu, bagai karang-pantai yang mencintai laut lepas.
Ribuan mi dari hatimu, setiap detik aku berusaha melacak cintamu
pada setiap buih ombak yang menghantam diriku.
Bila ku katakana padamu tlah ku titipkan semua salamku
pada nadi-nadi sungai yang merambat-bermuara menuju
kedalam hatimu, pernahkah ia benar-benar sampai kepadamu?
Hingga akhirnya kita bertemu.
“Hai, aku Raka.” Kataku.
Senyum kita bertemu.
“Hera Dewi Purnama?” Aku tersenyum,
berharap kamu senang mendengarnya.
Tapi kamu diam saja. Aku pun jadi diam.
Barangkali kamu bertanya-tanya:
Bagaimana aku mengetahui nama lengkapmu
padahal kita baru kali pertama bertemu?
Sunyi bergetar di leher kita berdua.
Ah, bagaimana lagi, aku memang sudah tahu
banyak hal tentang dirimu;
Setiap hari aku mengagumimu,
sejak bertahun-tahun yang lalu.
Sejak pertemuan itu,
aku merasa hari-hari kita begitu akrab.
Meski sebatas ombak  yang setiap hari datang
memberiku sentuhan
Lalu pergi tanpa salam perpisahan.
Ah, mungkinkah sungai telah menyampaikan
semua salamku kepadamu,
menyusun kata-cita yang terbata-bata
menjadi sebuah sajak cinta,
dan kamu menerianya?
“Aku suka kamu. Maukah kamu jadi kekasihku?”
kataku malam itu.
Tapi kamu diam saja.
Sayangnya bukan isyarat persetujuan.
“Maaf.” Katamu , “Aku telah punya pacar.
Tepatnya calon suami. Kupikir kedekatan kita
hanya sebagai teman biasa.”
lalu kita berdiam, tanpa senyuman.
Aku menatapmu, kamu menatapku.
Ada getar yang meumpahkan
ribuan kata yang tak terucapkan
jadi sepi yang bergaung.
Ombaknya memeluk mata kaki kita berdua,
malam tinggal baying-bayang.
Sejak saat itu kita tak lagi bertemu.
Kamu kembali ke tempatmu,
aku tetap jadi karang pantai
yang cacat dihantam ombak.
Desau angin terdengar bagai lagu sedih.
Burung-burung hitam mengoak
bagai caci-maki sepanjang hari.
Pantai yang tak punya perasaan.
Aku akan pergi, akhirnya aku memutuskan;
Lalu bersalin rupa menjadi manusia biasa
mengemasi barang-barang dalam koper,
mengenakan kaus kaki dan sepatu.
Di setiap langkah yang ku tempuh
akan ku lepaskan satu per satu kenangan
tentang dirimu-meski tak seluruhnya.
Dari ribuan sejarah manusia yang sedih,
barangkali aku slah satunya,
tapi haruskah aku menghabiskan hidup
hanya untuk menjadi karang –pantai yang berasedih?
Ombakmu melambai-lambai
Seolah memanggilku untuk kembali.
“Tetaplah menjadi karang-pantai.”
lamat-lamat aku mendengar suara itu.
Kupikir itu hanya perasaanku saja.
Tidak, kataku dalam hati. Aku telah memutuskan.
Aku akan menjadi yang lain: bayang-bayang-
angin, pohon, gunung, atau langit.
Barangkali aku gagal menjadi kekasihmu,
tetapi cinta tetap ada: untuk apa dan untu siapa,
biarlah ia menentukan nasibnya sendiri. . .
Aku dan kamu
Bagai karang-pantai mencintai laut lepas?
Rupanya tidak lagi. 

lihat videonya di link berikut inihttps://youtu.be/70F_Hfq7iDE


0 komentar:

Posting Komentar