phone: +62-899-859-31-55

.

Senin, 09 Maret 2015

DANDANGAN di kudus

Jalan-jalan ke beberapa kota kecil di Jawa Tengah, mengingatkan kembali ke masa lalu. Perjalanan ini mungkin bisa dibilang tanpa rencana cukup. Dapat kabar dari keluarga kampung halaman, sore hari langsung tancap gas. Pesan tiket keberangkatan di sore hari, pagi harinya sudah sampai di rumah.

Perjalanan ini cukup istimewa, mengingat hari ini adalah ujung bulan Sya'ban. Artinya, dalam hitungan jari, bulan Ramadhan menyambut kami.

Tepatnya di Kudus, dimana saya pernah dibesarkan, ada suasana yang tak pernah hilang seperti dahulu ketika masih kanak-kanak. Persisnya, suasana adat daerah menyambut bulan suci penuh berkah semakin meriah di tengah hiruk-pikuk modernisasi pembangunan yang mulai menyebar ke seantero kota kretek ini. 

Kalau di Semarang ada pesta menyambut ramadhan disebut Dugderan, atau di Solo ada acara ruwahan, di Kudus ramai orang berkunjung ke sekitar Menara. Di sanalah pesta menyambut ramadhan berlangsung. Namanya Bedug Dandang. Kebetulan rumah saya hanya berjarak sekitar 200 meter dari Masjid Menara Kudus, jadi Bedug Dandang adalah pesta adat yang cukup saya kenal secara baik dan mendalam semasa kanak-kanak.

Bedug dandang awalnya adalah upacara pengumuman dari Sunan Kudus bernama Ja'far Shodiq kepada masyarakat sekitar. Di sana diumumkan kapan awal Ramadhan akan dimulai. Karena pengumuman ini bersifat penting, orang-orang yang ada di sekitar karesidenan Kudus yang meliputi kota Kudus, Jepara, Demak, Pati hingga Rembang banyak berkumpul dan mendengar langsung pengumuman ini di Masjid Menara Kudus.

Di masa dulu, untuk mengumpulkan orang banyak cukup dipukul tetabuhan. Di antara tetabuhan yang nyaring adalah dandang, sejenis alat masak yang biasa digunakan oleh para ibu-ibu. Alat ini terbuat dari aluminium atau seng. Dan jika ditabuh, nyaring suaranya cukup menjangkau jauh. Karena alat ini sering dipakai untuk mengumpulkan orang-orang di hari menjelang ramadhan, dinamakankanlah peristiwa pengumuman itu sebagai Bedug Dandang sebagai pertanda akan disiarkan pengumuman penting langsung dari Sunan Kudus.

Lambat laun, dari tahun ke tahun, pengumuman ini semakin menarik perhatian orang banyak. Hingga akhirnya, berkumpullah ratusan orang hanya untuk mendengar wejangan dan petuah dari Sunan Kudus akan datangnya bulan puasa esok hari.

Bagi para pengusaha, ramainya orang berkumpul menjadi magnet bisnis yang cukup menggiurkan. Sedikit demi sedikit, dari tahun ke tahun orang yang datang tidak saja untuk kepentingan mendengar pengumuman itu saja, tetapi juga mendatangkan para saudagar kecil untuk sekedar menggelar dagangan sederhana. Karena yang datang tidak saja orang tua, tetapi juga anak-anak mereka, jualan yang ada juga bermacam-macam, dari sekedar kerajinan tangan hingga mainan anak-anak. 

Keramaian ini mencapai 3 Km dari radius pusat Masjid Menara Kudus sepanjang jalan Sunan Kudus. Ke Barat (menuju Jepara) ia mencapai pasar Jember, Ke Utara hingga perempatan Sucen, ke Selatan berbatas dengan Perempatan Majapahit dan Ke Timur melewati alun-alun dan hingga mendekati Pasar Kliwon.

Karena banyak orang yang datang dan silih berganti dari berbagai kota ke area pesta rakyat ini, orang sekitar pun menyebut Bedug Dandang ini dengan "Dandangan", yang bisa diartikan dengan jalan-jalan di area Bedug Dandang. 

Melihat yang berdagang mulai menyebar tanpa aturan di sekitar area Masjid Menara Kudus ini, pemerintah Kudus berinisiatif mengaturnya. Lapak-lapak daganganpun diatur. Mungkin karena melihat ini sebagai bisnis yang menggiurkan, pemerintah pun menarik pungutan kepada para pedagang. Pada beberapa tahun ke belakang, pungutan semakin diperlebar hingga pengunjung pun juga ditarik juga.

Area Dipindah, Pengunjung pun Surut
Pada saat Pemerintah Kabupaten Kudus sedang asik dengan pembangunan dan slogan kebersihan dan kerapihan, Bupati berinisitif memindahkan area lokasi Bedug Dandang ini ke GOR dan sekitarnya. Kira-kira, dari berjarak 5 Km dari Masjid Menara Kudus. Namun sayangnya, para pengamat budaya dan para orang tua yang tahu betul fungsi dari Bedug Dandang ini hanya berkeluh, menyayangkan sikap Bupati yang tak peduli asal muasal pesta budaya rakyat ini lahir. Dan benar adanya, para pengunjung pun surut. Bahkan bisa dibilang menurun drastis.

Akhirnya, tahun berikutnya Bedug Dandang dipindah kembali ke tempat asalnya. Bedug Dandang pun ramai kembali. Demi menjaga keramaian dan kerapihan, serta tidak memacetkan pusat kota, area Bedug Dandang dibatasi hingga radius 1 Km dari Masjid Menara, atau persis berhenti di mulut alun-alun kota Kudus. Sementara ke Barat dibatasi hingga perempatan Jember.

Setelah lebih dari tiga belas tahun tidak menikmati Bedug Dandang di Kudus, ada banyak yang berubah dari pesta acara ini. Jika yang dulu datang ke sini mereka banyak yang memakai sandal dan sarung karena memang tempat ini adalah lokasi pesantren dan santri, kini para pengunjung banyak yang bergaya anak muda jaman sekarang: celana jins, baju terbaru hingga bau wewangian para muda mudi yang ingin mejeng.

Yang tidak berubah dan menjadi ciri khas jualan Bedug Dandang bagi saya adalah alat masak anak-anak yang terbuat dari tanah liat yang dibuat kecil dan memang untuk mainan masak-memasak anak seumuran 3 hingga 8 tahun. Mainan inilah yang kemarin aku hadiahkan untuk anakku yang baru berusia 3 tahun, daripada boneka elektronik yang bisa didapat di banyak tempat.

Selamat Datang Bulan Ramadhan di Kota Kudus, Selamat menjalankan ibadah Puasa.
 
(tim adangdaradjatun.com/ilham)
http://www.adangdaradjatun.com/berita/terbaru/1299-bedug-dandang-pesta-sambut-ramadan-di-kudus

0 komentar:

Posting Komentar