Perjalanan ini cukup istimewa,
mengingat hari ini adalah ujung bulan Sya'ban. Artinya, dalam hitungan
jari, bulan Ramadhan menyambut kami.
Tepatnya
di Kudus, dimana saya pernah dibesarkan, ada suasana yang tak pernah
hilang seperti dahulu ketika masih kanak-kanak. Persisnya, suasana adat
daerah menyambut bulan suci penuh berkah semakin meriah di tengah
hiruk-pikuk modernisasi pembangunan yang mulai menyebar ke seantero kota
kretek ini.
Kalau di Semarang ada pesta
menyambut ramadhan disebut Dugderan, atau di Solo ada acara ruwahan, di
Kudus ramai orang berkunjung ke sekitar Menara. Di sanalah pesta
menyambut ramadhan berlangsung. Namanya Bedug Dandang. Kebetulan rumah
saya hanya berjarak sekitar 200 meter dari Masjid Menara Kudus, jadi
Bedug Dandang adalah pesta adat yang cukup saya kenal secara baik dan
mendalam semasa kanak-kanak.
Bedug dandang
awalnya adalah upacara pengumuman dari Sunan Kudus bernama Ja'far Shodiq
kepada masyarakat sekitar. Di sana diumumkan kapan awal Ramadhan akan
dimulai. Karena pengumuman ini bersifat penting, orang-orang yang ada di
sekitar karesidenan Kudus yang meliputi kota Kudus, Jepara, Demak, Pati
hingga Rembang banyak berkumpul dan mendengar langsung pengumuman ini
di Masjid Menara Kudus.
Di masa dulu, untuk
mengumpulkan orang banyak cukup dipukul tetabuhan. Di antara tetabuhan
yang nyaring adalah dandang, sejenis alat masak yang biasa digunakan
oleh para ibu-ibu. Alat ini terbuat dari aluminium atau seng. Dan jika
ditabuh, nyaring suaranya cukup menjangkau jauh. Karena alat ini sering
dipakai untuk mengumpulkan orang-orang di hari menjelang ramadhan,
dinamakankanlah peristiwa pengumuman itu sebagai Bedug Dandang sebagai
pertanda akan disiarkan pengumuman penting langsung dari Sunan Kudus.
Lambat
laun, dari tahun ke tahun, pengumuman ini semakin menarik perhatian
orang banyak. Hingga akhirnya, berkumpullah ratusan orang hanya untuk
mendengar wejangan dan petuah dari Sunan Kudus akan datangnya bulan
puasa esok hari.
Bagi para pengusaha, ramainya
orang berkumpul menjadi magnet bisnis yang cukup menggiurkan. Sedikit
demi sedikit, dari tahun ke tahun orang yang datang tidak saja untuk
kepentingan mendengar pengumuman itu saja, tetapi juga mendatangkan para
saudagar kecil untuk sekedar menggelar dagangan sederhana. Karena yang
datang tidak saja orang tua, tetapi juga anak-anak mereka, jualan yang
ada juga bermacam-macam, dari sekedar kerajinan tangan hingga mainan
anak-anak.
Keramaian ini mencapai 3 Km dari
radius pusat Masjid Menara Kudus sepanjang jalan Sunan Kudus. Ke Barat
(menuju Jepara) ia mencapai pasar Jember, Ke Utara hingga perempatan
Sucen, ke Selatan berbatas dengan Perempatan Majapahit dan Ke Timur
melewati alun-alun dan hingga mendekati Pasar Kliwon.
Karena
banyak orang yang datang dan silih berganti dari berbagai kota ke area
pesta rakyat ini, orang sekitar pun menyebut Bedug Dandang ini dengan
"Dandangan", yang bisa diartikan dengan jalan-jalan di area Bedug
Dandang.
Melihat yang berdagang mulai menyebar
tanpa aturan di sekitar area Masjid Menara Kudus ini, pemerintah Kudus
berinisiatif mengaturnya. Lapak-lapak daganganpun diatur. Mungkin karena
melihat ini sebagai bisnis yang menggiurkan, pemerintah pun menarik
pungutan kepada para pedagang. Pada beberapa tahun ke belakang, pungutan
semakin diperlebar hingga pengunjung pun juga ditarik juga.
Area Dipindah, Pengunjung pun Surut
Pada
saat Pemerintah Kabupaten Kudus sedang asik dengan pembangunan dan
slogan kebersihan dan kerapihan, Bupati berinisitif memindahkan area
lokasi Bedug Dandang ini ke GOR dan sekitarnya. Kira-kira, dari berjarak
5 Km dari Masjid Menara Kudus. Namun sayangnya, para pengamat budaya
dan para orang tua yang tahu betul fungsi dari Bedug Dandang ini hanya
berkeluh, menyayangkan sikap Bupati yang tak peduli asal muasal pesta
budaya rakyat ini lahir. Dan benar adanya, para pengunjung pun surut.
Bahkan bisa dibilang menurun drastis.
Akhirnya,
tahun berikutnya Bedug Dandang dipindah kembali ke tempat asalnya.
Bedug Dandang pun ramai kembali. Demi menjaga keramaian dan kerapihan,
serta tidak memacetkan pusat kota, area Bedug Dandang dibatasi hingga
radius 1 Km dari Masjid Menara, atau persis berhenti di mulut alun-alun
kota Kudus. Sementara ke Barat dibatasi hingga perempatan Jember.
Setelah
lebih dari tiga belas tahun tidak menikmati Bedug Dandang di Kudus, ada
banyak yang berubah dari pesta acara ini. Jika yang dulu datang ke sini
mereka banyak yang memakai sandal dan sarung karena memang tempat ini
adalah lokasi pesantren dan santri, kini para pengunjung banyak yang
bergaya anak muda jaman sekarang: celana jins, baju terbaru hingga bau
wewangian para muda mudi yang ingin mejeng.
Yang
tidak berubah dan menjadi ciri khas jualan Bedug Dandang bagi saya
adalah alat masak anak-anak yang terbuat dari tanah liat yang dibuat
kecil dan memang untuk mainan masak-memasak anak seumuran 3 hingga 8
tahun. Mainan inilah yang kemarin aku hadiahkan untuk anakku yang baru
berusia 3 tahun, daripada boneka elektronik yang bisa didapat di banyak
tempat.
Selamat Datang Bulan Ramadhan di Kota Kudus, Selamat menjalankan ibadah Puasa.
http://www.adangdaradjatun.com/berita/terbaru/1299-bedug-dandang-pesta-sambut-ramadan-di-kudus
0 komentar:
Posting Komentar